Jumat, 22 Juni 2012

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT SUKU BADUY

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA SUKU BADUY Suku baduy merupakan salah satu suku yang ada di Pulau Jawa yang hidupnya mengasingkan diri dari keramaian dan tidak mau tersentuh oleh kegiatan pembangunan. Di perkampungan Baduy tidak ada listrik, tidak ada pengerasan jalan, tidak ada pendidikan formal, tidak ada sarana transportasi dan kondisi penduduknya sangat sederhana. Adat melarang mereka untuk menerima modernisasi pembangunan seperti teknologi. Namun seperti masyarakat lainnya, masyarakat baduy juga mengalami suatu perubahan, baik perubahan yang bersifat positif maupun negatif. Dari segi stuktur sosial, masyarakat baduy mengenal dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat baduy. Pemerintah di suku baduy disebut dengan sebutan Puun. Puun memiliki kekuasaan tertinggi dalam suku tersebut. Masyarakat baduy sangat menghormati Puun, karena Puun juga memiliki wewenang untuk menghukum seseorang yang melanggar suatu adat. Namun secara lambat laun, masyrakat baduy semakin mengalami pembangunan. Artinya dalam menghukum suatu mayarakat yang melanggar aturan, seperti mencuri, maka hukum nasionalpun sudah ikut andil dalam menghukumnya. Hukum adat di susku baduy di bedakan menjadi dua, yaitu hukuman ringan dan hukuman berat. Hukuman ringan biasanya diperuntukkan bagi orang yang melanggar hukum adat secara ringan, seperti cekcok, beradu domba antara warga baduy sendiri. Sedangkan hukuman ringan di peruntukkan bagi orang yang melanggar suatu hukum adat secara berat, mereka yang melakukan pelanggaran berat pelanggaran berat maka akan dimasukkan ke dalam lembaga kemasyarakatan atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Kategori pelanggaran berat yaitu seperti berzina, berkelahi sampai mengeluarkan darah, dan laim-lain. Dari segi interaksi sosial, masyarakat baduy sangat terbuka dengan mayarakat luar, sehingga suku baduy menjadi tempat wisata bagi warga Indonesia. Mula-mula masyarakat baduy menggunakan bahasa sunda dalam berkomunikasi dengan sesamanya, namun dengan adanya interaksi dengan para wisatawan, orang baduy menjadi mengenal bahasa Indonesia, dan sebagian dari mereka menggunakan bahasa indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat luar atau wisatawan. Selain itu juga dengan adanya interaksi dengan masyarakat luar, mata pencaharian mereka juga sebagian mengalami perubahan. Dulu masyarakat baduy hanya mengandalkan lingkungan alam ( hutan ) sebagai sumber penghasilan mereka, namun sekarang sebagian dari mereka sudah ada yang berdagang. Seperti menjual makanan ringan, minuman, soufenir, dan lain sebagainya. Dulunya mereka tidak mau makan selain makanan yang tidak dimakan nenek moyangnya. Artinya dulu masyarakat baduy tidak mau mengkonsumsi makanan yang di buat dari pabrik karena nenek moyang tidak memekan makanan dari pabrik, namun sekarang mereka telah mengkonsumsi sebagian makanan yang diolah dari pabrik, seperti mie instan, aqua, makanan ringan, dan lain-lain. Dari segi cara hidup, mereka telah mengalami banyak perubahan, terutama dalam cara berpakaian. Masyarakat baduy luar identik dengan pakaian hitam, dengan menggunakan ikat kepala yang berwarna biru. Namun sekarang banyak para generasi muda baduy yang menggunakan pakaian selayaknya orang-orang luar lainnya. Banyak dari mereka yang menggunakan kaos, celana pendek, dengan pernak-pernik yang di buat oleh masyarakat baduy sendiri. Selain itu juga mereka telah menggunakan sandal jepit, kasur sebagai alas tidur, sabun mandi, sikat gigi, dan bedak. Bahkan masyarakat baduy sebagian sudah ada yang menggunakan ponsel sebagai alat komunikasi mereka. Walaupun mereka tidak mengerti huruf dan angka, namun mereka bisa menggunakan ponselnya dengan cara menyamakan angka yang ada atau mungkin yang di kasih orang luar dengan huruf yang ada di ponsel. Selain itu, masyarakat baduy juga sudah mengenal TV, yang merupakan sumber berita yang dapat mereka dapatkan dari berbagai belahan dunia. Meskipun tidak setiap rumah memiliki TV, namun di desa tersebut disediakan TV. Dari segi lembaga yang ada di suku baduy, lembaga yang ada semakin berkembang atau modern. Dulu masyarakat baduy ketika sakit masih menggunakan jasa dukun untuk mengobatinya dengan beberapa ramuan dari alam yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit, namun sekarang sudah ada semacam petugas kesehatan seperti bidan. Mereka juga menerima pengobatan yang lebih modern. Seperti yang ada di rumah warga telah ada poster mengenai KB. Hal ini menandakan bahwa masyarakat baduy menerima pengobatan yang lebih modern yang di rencanakan oleh pemerintah nasional. Perubahan pada suatu masyarakat tidak dapat dihalangi. Adat tidak dapat berbuat banyak menghadapi perubahan. Adat sering kali hanya menerapkan peraturan, namun tidak mampu menindak.